Sabtu, 31 Agustus 2013

Rehat Sejenak dengan Cerita Lucu


Cerita ini saya ambil dari beberapa sumber di internet, sekedar rehat sejenak dari hiruk -pikuk kehidupan yang mungkin agak menegangkan, hehehe
----


Dalam kelas baru murid sekolah dasar kelas 1. Seperti biasa terjadi kenal mengenal antara guru dan murid.
Guru : “Siapa nama kamu?” Murid : “Amelia”
Guru : “Kalau ibu kamu siapa?” Murid : “Mama”
Guru : “Maksud ibu guru, nama Ibu kamu” 
Murid : “Iya , Mama”
Guru : “Okelah, sekarang bagaimana Ayah kamu panggil Ibu kamu?” 
Murid : “Eh, monyong”
----------------------
Ini merupakan percakapan antara dokter dengan seorang pasien bernama Gilang yang kena penyakit diare.
Dokter : “Sakit apa,…?”
Gilang : “Anu dok,… mual-mual dan muntah-muntah.”
Dokter : “Buang air besarnya bagaimana,…?”
Gilang : “Seperti biasa dok, jongkok.”
-------------------
Seorang lelaki dengan tergesa-gesa dan terburu-buru menyerobot masuk ke ruang bersalin, dan beberapa saat kemudian lelaki itu tampak keluar didorong memakai kursi roda oleh seorang suster karena pingsan. Sarman heran kenapa lelaki ini, karena penasaran dia segera menghapiri beberapa dokter yang ada di ruang bersalin.
Sarman bertanya, “dok, boleh tahu kenapa lelaki yang baru datang tadi tiba tiba pingsan?”
Dengan tenang si dokter menjawab, “Oh itu dia terburu-buru datang kesini karena isterinya akan segera melahirkan, tapi dia lupa sesuatu,”
“Lupa apa, dok?” tanya Sarman lagi.
“Dia lupa membawa istrinya.” kata dokter.  :-/
----------------------------------------
Karena mendapat THR banyak, Inem dateng dari desa untuk liburan di Jakarta. Kemudian masuk Hotel bintang 5 dan pesan 1 kamar.

Lalu dia diantar Room Boy yang membawa kopernya menuju kamarnya. Setelah pintu tertutup, Inem kaget dan marah-marah ke Room Boy,

"Hey anak muda!! Aku emang orang kampung, tapi jangan dikira aku gak bisa bayar sewa kamar hotel mewah ini ya! Ini bukan kamar yang aku pesan. Kamar ini sempit, sumpek, tidak ada TV, tempat tidur, kamar mandi..."

Jawab Room Boy, "Maaf bu, kita masih di LIFT."

----------------------------------------

Saat Presiden dan rombongan melakukan kunjungan ke sebuah pasar, beliau bertanya pada ibu tua penjual kue,

Bpk : "Sudah berapa lama jualan kue?"
Ibu : "Sudah hampir 30 tahun."
Bpk : "Terus anak ibu mana, kenapa tidak ada yang bantu?"
Ibu : "Anak saya ada 4, yang ke-1 di KPK, ke-2 di POLDA, ke-3 di Kejaksaan dan yang ke-4 di DPR, jadi mereka sibuk sekali pak..."

Bapak Presiden kemudian menggeleng-gelengkan kepala karena kagum... Lalu, berbicara kesemua hadirin yang menyertai beliau,

"Meskipun hanya jualan kue, ibu ini bisa menjadikan anaknya sukses dan jujur tidak korupsi... karena kalau mereka korupsi, pasti kehidupan Ibu ini sudah sejahtera dan tinggal dirumah mewah..."

Bpk : "Apa jabatan anak di POLDA, KPK, KEJAKSAAN dan DPR?"
Ibu : "Sama... jualan kue juga..."

Rabu, 28 Agustus 2013

Ayo Ikut Konvensi


Saat ini media tengah sibuk menyoroti para tokoh partai, pengusaha, akademisi, menteri dan purnawirawan jenderal yang akan mengikuti konvensi calon presiden. Mereka adalah orang-orang yang merasa dirinya pantas dan atau dianggap pantas untuk memimpin negeri ini. 

Peserta konvensi ini nantinya akan berkampanye untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa merekalah yang paling pantas untuk dipilih. Jadi sepanjang masa kampanye ini kita akan disuguhkan dengan wajah-wajah yang penuh senyum, sikap yang ramah, tutur kata yang bijak dan santun, kedekatan dan keberpihakan pada rakyat kecil serta akan ada demonstrasi kecerdasan dan pemahaman yang mendalam terhadap permasalahan bangsa.

Andapun kalau merasa pantas, gak perlu ragu untuk ikutan konvensi. Siapa tahu dewi Fortuna lagi berpihak pada anda, atau tanpa anda sadari ternyata andalah Satria piningit yang telah lama dinanti-nanti. Memangnya hanya para tokoh diatas saja yang pantas untuk jadi presiden? Hehehe…

Terus terang saya serius mengajak anda dengan judul tulisan ini, Ayo Ikut Konvensi. Disinilah kita bisa jujur mengukur diri kita apakah kita memang pantas atau sekedar merasa pantas untuk jadi pemimpin, pengayom serta suri tauladan dilingkungan kita. 

Lewat konvensi, integritas anda dipertaruhkan. Kesesuaian bicara dan tindakan anda akan diuji oleh waktu. Seseorang yang hari ini begitu baik, belum tentu baik dimasa datang, demikian pula sebaliknya, orang yang hari ini kita anggap buruk belum tentu buruk pada akhirnya.

Ini sih versi saya saja, karena buat saya hidup ini adalah konvensi. Sepanjang hidup kita akan terus ”berkampanye” untuk menjadi pribadi yang pantas, pribadi yang terpilih baik dalam pandangan manusia terlebih lagi dalam pandangan Sang Pencipta.

Memang tidak semua orang mau ikut dalam konvensi, karena ini bukan ajang coba-coba dan pencitraan, tapi kalau anda merasa pantas dan dapat membuktikan kepantasan itu, ayo ikut konvensi.

Minggu, 25 Agustus 2013

Kebiasaan Para Juara


Saya berharap tulisan ini dibaca oleh para juara. Dengan harapan mereka mau memberi komentar dengan mengatakan, “hmm…ok, itu memang kebiasaan saya” atau “jangan – jangan yang nulis artikel ini pernah jadi juara, koq dia bisa tahu apa kebiasaan saya” hehehe…

Saya meyakini bahwa orang-orang kebanyakan punya kebiasaan yang tidak dilakukan oleh para juara. Cenderung malas, berpuas diri, takut berkomitmen, kurang inisiatif bukanlah kebiasaan para juara. Ini adalah kebiasaan orang-orang kebanyakan yang sangat mudah kita temui setiap hari dilingkungan kita.

Saya banyak bertemu, eh mungkin anda juga pernah bertemu dengan orang-orang yang tahu tentang kebiasaan para juara namun mereka tidak pernah jadi juara. Mereka tahu pentingnya disiplin, pengorbanan waktu, tenaga dan biaya untuk mengasah keahlian, tapi berpuas diri dengan sekedar tahu untuk jadi bahan obrolan. 

Artinya Apa? Ternyata tidak semua orang mau jadi juara. Pernyataan ini rasanya tidak perlu repot-repot untuk dibuktikan, karena semuanya nampak sangat jelas didepan mata kita.

Para juara adalah mereka secara terbuka atau diam-diam kita puji keahliannya, kualitas pribadinya atau komitmennya yang luar biasa dalam mengejar tujuan. Mereka adalah pribadi yang membangun kebiasaan para juara, berpikir dan bertindak ala juara.

Lhaa..terus apa kebiasaan para juara? Ntar kalau saya ceritakan takutnya anda jadi tahu apa kebiasaan mereka tapi anda sendiri gak pernah jadi juara, hehehe serba salah. Ceritain gak yaa.

Manusia atau Teknologi. Pilih Mana?


Kemarin seorang kawan yang udah lumayan lama gak ketemu, ngajak sarapan di Bintaro tepatnya di 9 Walk. Tempat yang menjual aneka kuliner ini memang enak buat jadi tempat ngobrol pagi-pagi.

Dari obrolan ringan seputar keluarga, kondisi terbaru di Tanah Abang yang sudah bersih dari PKL sampai persoalan Sumber Daya Manusia. Untuk persoalan yang terakhir ini dia mengeluhkan kondisi tempatnya bekerja yang sudah mengucurkan dana ratusan juta untuk upgrade teknologi namun semua sia-sia karena kualitas SDM yang rendah.

Sepertinya hal ini bukan cuma terjadi ditempat kerja kawan saya. Banyak perusahaan lain yang juga menggelontorkan dana yang sangat besar untuk mengadopsi teknologi terkini demi peningkatan kualitas produksi dan pelayanan. Sebagian mungkin berhasil, namun banyak juga yang menjadi mubazir karena tidak mendapatkan dukungan SDM yang juga berkualitas.

Bagi saya, secanggih apapun teknologi, tetap saja dia hanyalah alat yang operasikan oleh manusia. Bisnis pada hakekatnya adalah hubungan saling mempengaruhi antar manusia (pembeli) dan manusia (penjual) dengan menggunakan teknologi sebagai medianya. Dengan teknologi inilah maka diharapkan tercipta efektifitas dan efisiensi dalam berbagai hal yang berkaitan dengan urusan bisnis.

Dalam situasi seperti sekarang ini, kita tidak bisa dengan mudah mengatakan bahwa manusia lebih penting dibanding teknologi atau sebaliknya. Tapi yang pasti saat transaksi berlansung tetap unsur manusia yang menjadi jembatan antara pembeli dan penjual. Yang beli manusia, yang menjual juga manusia. Lain ceritanya kalo kita beli minuman ringan lewat mesin penjual yang make koin..hehehe

Sarapan udah, ngobrol udah, Cuma yang agak mengganggu  adalah harga makanan yang agak mengezuuutkan…hehehe. 2 porsi nasi gurih ditambah 2 porsi lontong sayur plus 4 teh manis seharga 120 ribu, wow….heheheh. Mungkin karena biasa makan dengan menu yang sama di warung deket UIN Cuma bayar 50 ribu dan pulang dengan perut kenyang. (STOP Jadi Orang Kebanyakan)