Mungkin anda pernah mengalami saat-saat dimana rasa kebosanan
muncul ketika mendengarkan pidato atau presentasi. Padahal bisa jadi sang
presenter adalah orang yang begitu terkenal dan isi pidatonyapun cukup menarik.
Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa otak manusia memiliki
kemampuan untuk mendeteksi pola-pola tertentu dalam merespon sebuah informasi.
Rasa jenuh atau bosan yang anda rasakan saat mendengarkan sebuah presentasi
bisa jadi karena otak anda menerima pola komunikasi yang sama secara terus
menerus. Pola ini akhirnya menjadi mudah ditebak oleh otak anda sehingga tidak
lagi menimbulkan daya tarik.
Cara berbicara yang datar atau monoton selama beberapa menit
membuat otak menyimpulkan bahwa sang pembicara akan terus menggunakan pola yang
sama hingga akhir pidato/presentasinya. Disinilah awal munculnya kebosanan pada
audiens.
Sebaliknya otak cenderung tertarik pada pola-pola yang
kreatif yang tidak mudah ditebak. Maka tidak heran begitu banyak orang yang
sangat tertarik pada hal-hal yang bersifat misteri. Apakah itu berupa ramalan
atau rahasia untuk menjadi kaya, cantik, terkenal dan sebagainya.
Para Public Speaker yang handal memahami benar tentang hal
ini. Maka tidak heran bila mereka selalu menggunakan beragam intonasi dalam
setiap kalimat yang mereka ucapkan. Sehingga audiens tetap antusias
mendengarkan pesannya dari awal hingga akhir.
Penggunaan intonasi yang tepat juga menjadi media yang
efektif untuk menggiring audiens memahami point-point tertentu yang ingin
ditekankan oleh pembicara. Dan yang lebih penting lagi, intonasi membuat pesan
yang disampaikan menjadi lebih “hidup”.
Pada orang-orang tertentu, mereka cenderung takut menggunakan
intonasi karena merasa bahwa hal itu terlalu berlebihan, mereka sesungguhnya
malu atau takut mengekspresikan perasaannya didepan orang lain. Hal ini
terutama terjadi pada orang-orang yang introvert yang memiliki kepribadian
melankolis atau plegmatis.
Padahal penggunaan intonasi yang tepat tidaklah sama dengan
berteriak-teriak atau membentak-bentak seperti yang sering dilakukan oleh
orang-orang tertentu yang sekedar mencari perhatian atau meluapkan emosi yang
tidak produktif. Orang –orang seperti ini cenderung berpersepsi bahwa seorang
orator harus selalu berteriak-teriak, kalau tidak berteriak namanya bukan
pidato.
Bagaimana
Menggunakan Intonasi ?
Pada dasarnya, penggunaaan intonasi adalah untuk menegaskan
tingkat kepentingan sebuah pesan agar mudah dipahami oleh audiens. Bila semua
pesan yang disampaikan dengan penekanan yang sama, maka audiens akan sulit
untuk menangkap inti pesan dan ujung-ujungnya mereka akan bosan.
Sebenarnya tidak ada aturan yang baku dalam penggunaan
intonasi. Artinya poin-point yang penting tidak selalu harus disampaikan dengan
tekanan suara yang tinggi, namun bisa sebaliknya, yaitu dengan suara yang
rendah. Jadi sangat bergantung pada pemahaman presenter terhadap tujuan sebuah
pesan.
Secara teori, ada beberapa istilah yang digunakan dalam
tehnik penggunaan intonasi. Yang pertama adalah Anaphora, tehnik digunakan dengan cara membuat pengulangan dengan
pemakaian awal kalimat yang sama. Sebagai contoh : “perjuangan kita tidak akan berhenti sampai disini, perjuangan kita menuntut semangat yang
menggelora, perjuangan kita adalah
demi kemakmuran kita sebagai putra bangsa”.
Yang kedua adalah Epistrophe,
kalau dalam anaphora pengulangannya dilakukan diawal, maka ini sebaliknya,
pengulangan dilakukan diakhir kalimat. Contoh : “Meskipun semua orang telah
berputus asa, kita tetap semangat,
deangan beragam cobaan yang pasti kita hadapi, kita tetap semangat, jadi apapun yang terjadi, kita tetap semangat.
Tentunya masih banyak lagi cara dalam penggunaan intonasi,
namun yang terpenting adalah kesadaran kita terhadap pentingnya intonasi itu
sendiri. Dengan latihan yang intensif dan seiring makin banyaknya pengalaman,
maka kita akan menemukan tehnik-tehnik yang paling sesuai dengan karakter kita.
Mari berbagi cerita dengan saya, silahkan Follow saya di : @Ulish_Anwar