Minggu, 30 Desember 2012

Orang yang Paling Enak Buat Diajak Bicara (Survey)

Berikut tanggapan beberapa sahabat-sahabat saya dari kalangan profesional tentang orang seperti apa yang paling enak diajak ngobrol. Comment ini akan terus saya update dan tanpa editan sedikitpun untuk menjaga orisinalitas pendapat sahabat-sahabat saya ini, berikut pendapat mereka :

"Orang yg enak diajak bicara oleh saya, belum tentu yg enak diajak bicara oleh saya, enak juga diajak bicara oleh orang lain. Misalnya, saya kurang sreg berbicara dg orang yg tertarik pada sepak bola, karena penegtahuan saya ttg sepak bola sangat minim : ) Jadi saya bukan orang yg asyik diajak bicara bola. Tapi kalo diajak ngobrol musik rock 80-an saya pasti asyik : ) ". Yang enak utk diajak komunikasi itu, setidaknya memiliki syarat
1. Satu sama lain memiliki posisi yg setara di benak nya masing masing. Tidak ada yg merasa lebih pintar, atau keinginan utk mendominasi pembicaraan. Kita merasa setara, mau berbicara, dan mau mendengarkan.
2. Memiliki interest yg kurang lebih sama, atau jika tidak interest pada subjek yg kita bicarakan,maka dia harus antusias mendengarkan, dan punya rasa ingin tahu
3. Tahu kapan harus berbicara, kapan harus mendengarkan


fanfan darmawan Public Relations at PT Mizan Pustaka
 

"Menurut saya, adalah orang yang dapat memberikan perhatian 'attention' kepada lawan bicaranya. Seperti tatapan mata, senyuman, atapun gerak tubuh yang lain yang menandakan bahwa dia senang, atau tidak dan setuju atau tidak dengan yang kita bicarakan. Selain itu, juga menanggapi dengan antusias mengenai pembicaraan kita".

Indri Hapsari
Marketing Executive at IndoPrint


"Menurut gw org yg paling asik diajak bicara itu org yg open minded, punya general knowledge atw wawasan yg cukup luas, articulate & memang suka juga ngobrol & diskusi".

CEO & founder at Unbound Inc, PT. Imaji Nusa Cipta


"Kalau menurut saya orang yang enak diajak bicara adalah orang yang juga bersedia mendengarkan di saat kita sedang berbicara". 

Creative Director at Margot Aston (Arts and Crafts)

Sabtu, 22 Desember 2012

Pembicara Menyenangkan


Setiap hari dalam hidup kita diisi dengan kegiatan berbicara, baik dirumah, di kantor, di sekolah, di kampus, dalam kendaraan, di pasar, dsb. Mulai dari bicara sekedar basa-basi sampai dengan pembicaraan yang serius dan mendalam.

Meskipun bicara sudah merupakan kegiatan yang berulang setiap hari sepanjang hidup kita, namun tidak semua orang mampu menguasai keahlian berbicara atau menjadi pembicara yang menyenangkan.

Diantara begitu banyak orang yang  kita kenal, baik itu keluarga, teman kerja, teman kuliah, tetangga, coba hitung, kira-kira hanya berapa orang yang membuat kita merasa nyaman dan senang berbicara dengan mereka.

Sebaliknya berapa banyak orang yang cenderung kita hindari untuk berbicara, kalaupun terpaksa harus bicara dengan mereka, itupun hanya pembicaraan basa-basi belaka sekedar menjaga norma kesopan-santunan. 

Memonopoli pembicaraan, emosional, sok tahu, minder, menggunjingkan orang lain, meremehkan, acuh tak acuh hanyalah sebagian dari hal-hal yang sering kita lihat dan dengarkan dalam percakapan sehari-hari. Orang-orang seperti inilah yang justru lebih banyak”beredar” dimana-mana dan mereka sendiri justru tidak pernah menyadari keadaan dirinya tersebut.

Ini ibarat kotoran mata yang tak terlihat oleh yang punya mata, kecuali dia berkaca atau diberitahu oleh orang lain. Tapi pada umumnya, karena memang mereka bukanlah pembicara menyenangkan, mereka sangat sulit untuk menerima saran apalagi kritikan dari orang lain.  

Sebaliknya, pembicara yang menyenangkan memahami benar bahwa bicara bukanlah sekedar mengucapkan sesuatu lewat mulut, tapi juga melibatkan faktor mental, perilaku dan pengetahuan/wawasan. 

Sesuai dengan sebutannya, pembicara yang menyenangkan selalu berusaha menciptakan suasana bicara yang menyenangkan, pilihan katanya tepat serta bahasa tubuh yang baik sehingga siapapun teman bicaranya akan merasa didengarkan dan dihargai.  

Integritas dan ketulusan adalah kunci kekuatan para pembicara yang menyenangkan. Disaat keramah-tamahan, senyuman dan tutur kata yang indah sekedar menjadi polesan untuk menjual komoditi dan mengeruk keuntungan pribadi, para pembicara yang menyenangkan justru menjadikannya sebagai filosofi hidup yang akan terus dipegangnya kapanpun dan dimanapun.  

Berikut kutipan dari beberapa tokoh tentang –Bicara-. 

“When I get ready to talk to people, I spend two thirds of the time thinking what they want to hear and one third thinking about what I want to say.”
Abraham Lincoln

 “You gotta be careful: don't say a word to nobody about nothing anytime ever.”  Johnny Depp

“Most of the successful people I’ve known are the ones who do more listening than talking.” Bernard M. Baruch



Senin, 17 Desember 2012

Sang Bintang Pergaulan


Menjadi orang yang disenangi dalam setiap lingkungan pergaulan, sumber rujukan bagi teman-teman sekaligus jadi tempat terpercaya untuk menyampaikan persoalan-persoalan pribadi, merupakan anugrah yang hanya dimiliki oleh segelintir orang.

Orang-orang yang istimewa seperti ini, biasanya memiliki ciri-ciri yang mudah kita kenali, beberapa diantaranya adalah :

Percaya Diri
Ini adalah ciri yang khas dari “sang bintang pergaulan”. Energinya yang kuat terpancar lewat sikapnya yang selalu bersemangat. Orang seperti ini mengerti benar bahwa dia memiliki nilai diri yang istimewa. Dia selalu memandang dirinya dari sisi yang positif, berorientasi pada pengembangan kekuatan dan bukan mengeluhkan kelemahan diri.

Peduli
Ciri yang lain dari sang bintang adalah kepeduliannya yang besar dan tulus pada orang lain. Dalam pergaulan dia tidak pernah berfikir untuk meraih popularitas atau kepentingan pribadi, tapi sebaliknya dia selalu berfikir dan bertindak untuk sebanyak mungkin membantu dan memberi kebergunaan bagi orang lain. Dia seringkali harus mengorbankan kepentingan dirinya demi kepentingan keluarga atau teman-temannya. 

Pengetahuan yang luas
Ilmu pengetahuan bagi sang bintang adalah ibarat makanan lezat yang selalu membangkitkan seleranya. Maka tidak heran bila mereka seolah tidak pernah kehabisan bahan pembicaraan, banyak memberi solusi dengan pengetahuannya yang luas. Berdiskusi dengan mereka akan menjadi saat-saat yang mengasyikkan karena kita akan banyak memperoleh manfaat dan pengetahuan baru.

Tentunya masih banyak ciri yang lain dari sang bintang, tapi akan kita lanjutkan dalam tulisan yang lain. Tapi bisa dipastikan siapapun teman atau keluarga kita yang selalu menjadi bintang dalam pergaulan, pasti memiliki tiga ciri-ciri tersebut.

Kebalikan dari tiga ciri tersebut juga sangat banyak kita temui pada orang-orang disekitar kita, mereka minder, rendah diri, egois dan berwawasan sempit.

Memang tidak semua orang bisa jadi bintang, tapi pastinya semua orang punya kesempatan yang sama untuk meraihnya. Sekarang pilihannya ada pada kita untuk meraihnya atau tidak. 


 Mari berbagi cerita dengan saya, silahkan Follow saya di : @Ulish_Anwar

Jumat, 14 Desember 2012

Citra Profesi dan Kemampuan Komunikasi

Kalau melihat pengacara yang sedang berbicara saat sidang, terutama di film-film, karena terus terang saya belum pernah melihatnya secara langsung dipengadilan, saya bisa terkagum-kagum melihat kepandaian mereka beretorika. 

Apalagi saat melihat aksi Al Pacino sebagai pengacara dalam Scent of a Woman. Ekspresi, intonasi dan kata-katanya begitu memukau. Sampai-sampai sempat kepikiran kenapa dulu tidak kuliah di fakultas hukum. 

Sampai pada suatu saat saya bertemu dengan kawan-kawan adik saya yang berkunjung ke Jakarta untuk suatu acara musyawarah nasional para pengacara (begitu menurut adik saya). Dan mereka semua pastinya adalah pengacara hehehe. 

Saat berbincang dengan mereka, saya baru tahu kalau ternyata tidak semua pengacara adalah komunikator hebat seperti yang di televisi atau di film-film. Hal ini terungkap lewat cerita mereka sendiri kepada saya. 

Ketika adik saya memperkenalkan saya dan mengatakan profesi saya adalah Trainer Komunikasi, mereka seolah-olah mendapat kesempatannya untuk menumpahkan unek-unek tentang kelemahan mereka dalam berkomunikasi. 

Menurut mereka, pekerjaan sebagai pengacara tidak lantas menjadikan mereka jadi komunikator yang handal, bahkan mereka mengaku terkadang merasa minder dan seringkali kehilangan percaya diri saat berbicara dengan orang lain. 

Mereka bahkan langsung meminta saya untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang komunikasi. Tanpa terasa mulai sekitar jam 3 sore hingga maghrib  kami mengobrol panjang lebar tentang arti penting kemampuan berkomunikasi. 

Seperti juga saya, mungkin banyak juga orang-orang yang telah terkelabui oleh kehebatan citra sebuah profesi tertentu, padahal kenyataanya belum tentu demikian. 

Rupanya keahlian komunikasi begitu penting dan istimewanya sampai-sampai orang-orang dengan profesi yang “elit” sekalipun belum tentu sanggup menguasainya. Tapi ini tentu saja tidak mengurangi kekaguman saya terhadap rekan-rekan pengacara dan juga profesi-profesi yang lain.

Kamis, 13 Desember 2012

Keajaiban Intonasi


Mungkin anda pernah mengalami saat-saat dimana rasa kebosanan muncul ketika mendengarkan pidato atau presentasi. Padahal bisa jadi sang presenter adalah orang yang begitu terkenal dan isi pidatonyapun cukup menarik.

Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa otak manusia memiliki kemampuan untuk mendeteksi pola-pola tertentu dalam merespon sebuah informasi. 

Rasa jenuh atau bosan yang anda rasakan saat mendengarkan sebuah presentasi bisa jadi karena otak anda menerima pola komunikasi yang sama secara terus menerus. Pola ini akhirnya menjadi mudah ditebak oleh otak anda sehingga tidak lagi menimbulkan daya tarik.

Cara berbicara yang datar atau monoton selama beberapa menit membuat otak menyimpulkan bahwa sang pembicara akan terus menggunakan pola yang sama hingga akhir pidato/presentasinya. Disinilah awal munculnya kebosanan pada audiens.

Sebaliknya otak cenderung tertarik pada pola-pola yang kreatif yang tidak mudah ditebak. Maka tidak heran begitu banyak orang yang sangat tertarik pada hal-hal yang bersifat misteri. Apakah itu berupa ramalan atau rahasia untuk menjadi kaya, cantik, terkenal dan sebagainya.

Para Public Speaker yang handal memahami benar tentang hal ini. Maka tidak heran bila mereka selalu menggunakan beragam intonasi dalam setiap kalimat yang mereka ucapkan. Sehingga audiens tetap antusias mendengarkan pesannya dari awal hingga akhir. 

Penggunaan intonasi yang tepat juga menjadi media yang efektif untuk menggiring audiens memahami point-point tertentu yang ingin ditekankan oleh pembicara. Dan yang lebih penting lagi, intonasi membuat pesan yang disampaikan menjadi lebih “hidup”.

Pada orang-orang tertentu, mereka cenderung takut menggunakan intonasi karena merasa bahwa hal itu terlalu berlebihan, mereka sesungguhnya malu atau takut mengekspresikan perasaannya didepan orang lain. Hal ini terutama terjadi pada orang-orang yang introvert yang memiliki kepribadian melankolis atau plegmatis.

Padahal penggunaan intonasi yang tepat tidaklah sama dengan berteriak-teriak atau membentak-bentak seperti yang sering dilakukan oleh orang-orang tertentu yang sekedar mencari perhatian atau meluapkan emosi yang tidak produktif. Orang –orang seperti ini cenderung berpersepsi bahwa seorang orator harus selalu berteriak-teriak, kalau tidak berteriak namanya bukan pidato.

Bagaimana Menggunakan Intonasi ?
Pada dasarnya, penggunaaan intonasi adalah untuk menegaskan tingkat kepentingan sebuah pesan agar mudah dipahami oleh audiens. Bila semua pesan yang disampaikan dengan penekanan yang sama, maka audiens akan sulit untuk menangkap inti pesan dan ujung-ujungnya mereka akan bosan.
Sebenarnya tidak ada aturan yang baku dalam penggunaan intonasi. Artinya poin-point yang penting tidak selalu harus disampaikan dengan tekanan suara yang tinggi, namun bisa sebaliknya, yaitu dengan suara yang rendah. Jadi sangat bergantung pada pemahaman presenter terhadap tujuan sebuah pesan.

Secara teori, ada beberapa istilah yang digunakan dalam tehnik penggunaan intonasi. Yang pertama adalah Anaphora, tehnik digunakan dengan cara membuat pengulangan dengan pemakaian awal kalimat yang sama. Sebagai contoh : “perjuangan kita tidak akan berhenti sampai disini, perjuangan kita menuntut semangat yang menggelora, perjuangan kita adalah demi kemakmuran kita sebagai putra bangsa”.
Yang kedua adalah Epistrophe, kalau dalam anaphora pengulangannya dilakukan diawal, maka ini sebaliknya, pengulangan dilakukan diakhir kalimat. Contoh : “Meskipun semua orang telah berputus asa, kita tetap semangat, deangan beragam cobaan yang pasti kita hadapi, kita tetap semangat, jadi apapun yang terjadi, kita tetap semangat

Tentunya masih banyak lagi cara dalam penggunaan intonasi, namun yang terpenting adalah kesadaran kita terhadap pentingnya intonasi itu sendiri. Dengan latihan yang intensif dan seiring makin banyaknya pengalaman, maka kita akan menemukan tehnik-tehnik yang paling sesuai dengan karakter kita.


Mari berbagi cerita dengan saya, silahkan Follow saya di : @Ulish_Anwar

Mau Training atau Mau Berubah ?


Coba buka halaman google dan ketik “training  motivasi” maka hasilnya : Sekitar 11,200,000 hasil (0.14 detik) . dari sekian banyak hasil pencarian, juga menjadi gambaran bahwa begitu banyak orang yang ingin meningkatkan kualitas hidupnya lewat berbagai pelatihan.

Hal ini tentunya sangat menggembirakan karena nantinya kalau mereka yang mengikuti training itu berhasil merubah dirinya, maka akan lebih banyak orang yang sukses, baik, ramah dan semacamnya disekitar kita.

Tapi ternyata banyak juga orang-orang yang telah mengikuti pelatihan namun tetap saja tidak merasakan perubahan, tetap saja merasa tidak termotivasi, mudah putus asa, mudah tersinggung, selalu gagal dalam hidup dan sebagainya. Ada apa sebenarnya ? apanya yang salah?

Saya yakin setiap motivator sudah berusaha sebaik-baiknya untuk menyampaikan materi motivasinya, bahkan materi itu sudah teruji dan hasilnya sudah dirasakan langsung oleh sang motivator. Tapi hasilnya…?

Memang tidak semua yang mengikuti training motivasi kemudian bernasib seperti cerita diatas, tentu ada juga yang berhasil membangun kehidupan yang lebih baik. Bahkan kemudian merekapun jadi motivator bagi orang lain.

Saya juga tidak bermaksud mengatakan bahwa untuk berubah itu sulit, tapi saya percaya hanya orang-orang istimewalah yang sanggup melakukan perubahan diri yang lebih baik, meskipun “cuma” untuk hal-hal yang sederhana, misalnya dari jarang tersenyum menjadi lebih banyak tersenyum. Dan dia sanggup menjaga kebiasaan sederhananya ini, mereka ini adalah orang-orang yang istimewa.

Training motivasi hanyalah alat, keputusan untuk berubah tetap saja kita yang pegang. Tidak perduli di negara maju manapun kita mengikuti training dan sehebat apapun trainernya, tetap saja anda yang memutuskan untuk berubah atau tidak. Banyak sekali orang yang mau berubah, tapi sampai hari ini kita temui mereka tetap saja tidak berubah.