Meskipun banyak bis yang sama mengantri untuk menuju Blok M,
tapi saya selalu memilih menaiki bis yang disupiri oleh supir Batak (saya tahu
dari dialek bicaranya) yang berbadan agak gemuk dan berkulit gelap.
Terus terang saja saya merasa rugi kalau melewatkan
kesempatan menaiki bis yang disupiri oleh abang tersebut. Bahkan saya
seringkali rela membiarkan bis yang berada diantrian paling depan untuk
berangkat duluan menuju Blok M, meskipun
masih ada bangku yang kosong.
Saya kurang tahu pasti, tapi mungkin pengalaman sebagai
pendengar radio sekaligus sebagai mantan penyiar radio, membuat saya sangat
tertarik dengan suara dan cara seseorang berbicara, termasuk bicara si abang
supir itu.
Suaranya yang empuk dan agak berat, terdengar bijak dan gaya
bicaranya yang begitu ramah membuat saya betah duduk dan menikmati bicaranya
persis dibangku belakangnya, apa lagi bila ada kawannya yang mengajak bicara
atau saat dia harus menjawab telepon genggamnya (sambil nyetir..).
Belakangan baru saya sadari bahwa keistimewaan si bang supir itu,
ada pada antusiasmenya pada setiap lawan bicaranya, dia selalu terdengar
bersemangat namun dengan emosi yang tetap terkontrol / tidak berlebihan. Berbeda
dengan kebanyakan supir dari Sumatra Utara lainnya yang bicaranya cenderung terdengar
kurang ramah dan emosional. Untuk si abang supir ini, keramahannya saat berbicara
rasanya keluar dari pribadinya yang hangat, ini mungkin agak subjektif tapi
dari wajahnya mudah sekali saya mengambil kesimpulan bahwa dia orang yang berkarakter
baik.
Terlepas dari sesederhana apapun topic yang dibicarakannya,
tapi suara dan cara dia berbicara telah membuat saya menjadi satu-satunya atau
salah satu penggemar setianya. Hehehe..rasanya seperti mendengar penyiar radio
kesayangan. Jadi betah berlama-lama, waktu perjalanan Cimone-Blok M yang hampir
dua jam jadi terasa lebih singkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih untuk komentar anda.
salam hormat kami
Admin.